Asal
Mula berdirinya Vihara Jetavana
Vihara
Jetavana merupakan sebuah tempat ibadah umat Budha yang berada di Jalan Iman
Bonjol, gang vihara 1 Karawaci. Saat ini, vihara Jetavana telah memiliki kurang
lebih sebanyak 600 umat, dari 600 umat itu dikategorikan berdasarkan umurnya
yang terdiri dari 120 umat lansi (lanjut usia), 125 umat muda mudi, 120 umat
sekolah minggu, dan sisanya adalah umat umum. Saat ini vihara Jetavana diketuai
oleh romo Jura wangulimala.
Asal mula berdirinya vihara Jetavana ini berawal dari
seorang ibu yang bernama Maya Wangulimala yang memiliki keyakinan kepada Budha
Dharma. Dari situlah ibu yang memiliki enam orang anak ini mulai mengajak suami
dan anak-anaknya untuk berdoa setiap malam kepada Sang Budha Dharma. Hingga
pada suatu malam ketika ibu Maya beserta suami dan anak-anaknya sedang berdoa,
mereka didatangi oleh warga sekitar yang merupakan teman-teman dari keluarga
ibu Maya itu. kemudian teman-teman ibu Maya itu mulai mengikuti acara berdoa
yang dilakukan setiap hari oleh keluarga ibu Maya. Dari situ lah ibu yang
memiliki keyakinan pada Budha Dharma ini mengajak keluarga serta teman-temannya
untuk melakukan puja bhakti atau berdoa setiap hari dirumahnya. Ternyata
semakin lama semakin banyak umat yang datang untuk puja bhakti bersama dirumah
ibu Maya ini, kemudian suami dari ibu Maya yang bernama O’wangulimala
memutuskan untuk mendirikan sebuah Cetya (vihara kecil).
Akhirnya pada 10 November 1975 dibuatlah sebuah Cetya di
rumah romo O’wangulimala yang cetya tersebut diberi nama Jetavana Rama. Cetya itu
berhasil cepat dibuat berkat bantuan dan dukungan dari para rohaniwan agama
Budha, yang salah satu dari mereka adalah Biksu Vijananda dan biksu Gemiyo.
Setelah enam tahun melakukan kebaktian dirumah ibu maya dan romo O’wang, mereka
memutuskan untuk membeli sebidang tanah di Jalan Iman Bonjol, gang vihara 1
dengan tanah seluas 100 meter persegi. Kemudian tanah itu dibangunlah sebuah
bangun berbentuk Cetya. Ternyata sejak adanya bangunan Cetya di gang vihara 1
itu membuat banyak umat Budha yang datang kesana sehingga suami ibu Maya yaitu
romo O’wangulimala berusaha untuk membeli tanah lagi sehingga dapat memperluas
bangunan Cetya tersebut.
Setelah mengumpulkan dana dan dana telah terkumpul, dua
tahun kemudian romo O’wangulimala beserta istrinya membeli lagi sebidang tanah
dengan luas 150 meter persegi yang berada disamping bangunan Cetya mereka.
Sehingga total tanah untuk bangunan Cetya itu sebesar 250 meter persegi. Karena
tanah untuk bangunan tersebut sudah semakin besar, maka romo O;wangulimala
beserta istrinya dan para perintis lainnya memutuskan untuk membangun bangunan
berupa vihara, vihara ini diberi nama vihara Jetavana yang hingga sekarang
masih tetap berada. Tahun makin tahun vihara Jetavana ini semakin berkembang
berkat usaha kerja kerasa para umat dan pengurus vihara Jetavana untuk
meningkatkan dan memajukan vihara ini. Umat yang datang ke vihara ini juga
semakin meningkat.
Kemudian pada tahun berikutnya tepat pada saat
memperingati hari Tri Suci Waisak, vihara Jetavana ini dikunjungi oleh banyak
umat Budha di Tangerang. Dengan dihadirin oleh banyak umat di Tangerang, para
pengurus kemudian nelakukan satu rencana untuk mendirikan sebuah bangunan
vihara secara permanen. Akhirnya pada tahun 1985 vihara Jetavana berhasil
memiliki bangunan vihara yang permanen dengan luas bangunan seluas 8x22 meter
persegi. Dengan adanya bangunan vihara yang sudah permanen ini, membuat para
umat menjadi semakin rajin untuk berdoa di sini dan selain itu dari bulan ke
bulan umat yang datang ke vihara ini semakin banyak. Dari situ lah kemudian
umat yang bergabung divihara itu secara rutin melakukan kebaktian terutama Puja
Bhakti pada Cet It Cap Go malam sabtu dan hari minggu. Dengan seiring
berjalannya waktu, vihara ini memiliki semakin banyak kegiatan mulai dari bakti
sosial, lomba antar viahara lain, generasi olah raga antar vihara, dan
sebagainya.
Kemudian pada tahun 1990an vihara Jetavana mendapatkan sebuah bantuan
dana dan dukungan dari Dimas Hindu dan Budha Jawa Barat dan para donatur
lainnya. Bantuan dana tersebut kemudian dipergunakan untuk membuat gedung serba
guna. Gedung serba guna itu kemudian digunakan untuk para umat melakukan
kegiatan-kegiatan pada saat hari raya atau saat ada keperluan keperluan
tertentu. Bahakan gedung serba guna ini juga diperbolehkan untuk digunakan oleh
warga sekitar apabila ingin melakukan rapat atau kepentingsn bersama. Vihara Jetavana ini terus semakin berkembang,
bangunannya pun semakin bagus dan luas. Umat dan kegiatan yang dilakukan di
vihara ini juga semakin banyak, itu semua terjadi karena kerja sama antara umat
dengan para pengurus yang memiliki tujuan yang sama untuk terus meningkatkan
dan mengembangkan vihara Jetavana ini.
Hingga pada akhirnya, pada tahun 1995 vihara Jetavana
dijadikan sebuah yayasan. Yayasan ini dikelolah oleh bebrapa umat yang
dijadikan pengurus sebanyak lima orang yang salah satu dari pengurusnya itu
sendiri adalah romo O’wangulimala. Pengurus pengurus lainnya juga dianataranya
adalah ibu Maya Wangulimala, bapak Wing Wahyudi, bapak Jokolana, dan bapak
Gunawan. Selain dibentuknya pengurusan, yayasan vihara Jetavana juga memiliki
aturan aturan mengenai anggaran dana dan anggaran rumah tangga. Dimana setiap
pengurus yayasan ini harus mampu bekerja sesuai dengan visi dan misi yang telah
tercantum dalam anggaran dana dan anggaran rumah tangga yayasan ini sendiri.
Selain itu, yayasan ini juga memiliki ketentuan ketentuan, antara lain seperti
pergantian pengurus yang dilakukan setiap tiga tahun sekali dan semua
penghasilan yang didapat oleh vihara Jetavana harus diatur dan dikelolah oleh
yayasan. Dan tentunya juga apabila ada penggunaan dana dalam yayasan itu harus
diketahui oleh tiga orang pengurus yayasan tersebut yang terdiri dari ketua,
bendahara, dan seketaris.
Hal itu dilakukan agar tidak terjadi
penyalahgunaan dana yayasan. Semenjak vihara Jetavana ini menjadi yayasan,
kegiatan yang dilakukannya pun juga semakin beragam dari mulai aktif dalam
kegiatan sosial juga aktif dalam program program yang diadakan oleh pemerintah
seperti aktif menjadi anggota forum umat beragama. Selain itu para pengurusnya
juga aktif dimajelis majelis umat beragama Budha. Contohnya seperti menjadi
ketua maju putih dan ketua Walubi pada tahun 2012 seprovinsi Banten. Walubi itu
sendiri merupakan perwakilan umat Budha Indonesia yang menjadi wadah kebersamaan organisasi umat Budha Indonesia
yang terdiri dari majelis majelis agama Budha. Selain itu, Walubi juga
merupakan lembaga agama Budha dan badan kehormataan serta menjadi wadah untuk
masyarakat yang bernapaskan Budha di Indonesia. Walubi itu sendiri juga sudah
ada sejak 20 Agustus 1998 yang didirikan di DKI Jakarta.
Sejak tahun 1995 ketika vihara Jetavana disahkan menjadi
sebuah yayasan, saat itu lah terbentuk sebuah visi dan misi yayasan vihara
Jetavana yang dari visi misinya itu adalah yang pertama, untuk mengembangkan
Budha Dharma, yang kedua adalah untuk
membantu pemerintah dalam kegiatan kegiatan keagamaan dan sosial, yang
ketiga, melakukan kegiatan sosial, membantu fakir miskin, dan mendidik anak
asuh yang tidak mampu utnuk dijadikan anak asuh vihara Jetavana, dan yang
keempat adalah dapat bekerja sama dengan seluruh unsur agama yang lain untuk
membantu pemerintah dalam kehidupan beragama.
Vihara Jetavana ini masih tetap berada di Jalan Iman
Bonjol, gang vihara 1. Saat ini vihara yang sudah berdiri sejak lama dikelolah
oleh romo Jura Wangulimala yang merupakan anak dari ibu Maya Wangulimala dan
bapak O’wangulimala. “Vihara Jetavana ini sudah berada sejak saya kecil, vihara
merupakan bagian hidup dari saya dan peninggalan dari kedua orang tua saya.
Memang sejak SMA saya sudah memiliki cita cita dan keinginan untuk menjadi
seorang pendeta di vihara ini. Maka dari itu saya saat ini sudah mencapai
keinginan saya yaitu menjadi seorang pendeta di vihara Jetavana dan vihara ini
saya yang mengurus beserta istrinya,” ungkap romo Jura Wangulimala sambil
merangkul sang istri yang berada disebelahnya.
Romo Jura Wangulimala beserta istrinya memang sangat
terlihat senang dalam mengelolah vihara peninggalan orang tuanya itu. setiap
hari mereka berdua datang kevihara itu untuk melihat dan mengecek kondisi
vihara tersebut, padahal divihara itu sudah ada penjaganya yang bertugas utnuk
mengurus dan membersihkan vihara tersebut, tetapi beliau beserta istrinya yang
bernama Entjap selalu menyempatkan waktu untuk mendatangi vihara yang tak jauh dari rumahnya itu. Segala sesuatu semua
mereka urus untuk kemajuan vihara ini.
Pada setiap tahunnya juga pada tanggal 10 November,
vihara Jetavana pasti selalu merayakan hari ulang tahun vihara tersebut, yang
pada tanggal itu juga secara bersamaan merupakan hari ulang tahun romo Jura
wangulimala yang merupakan pendeta vihara Jetavana dan juga anak kedua dari
enam bersaudara pasangan ibu Maya Wangulimala dan romo O’wangulimala yang
merupakan pendiri dan perintis vihara Jetavana tersebut. Pada setiap tahunnya
seluruh keluarga Wangulimala beserta umat datang ke vihara untuk melakukan puja
Bhakti dan merayakan hari ulang tahun pendeta nya dengan melakukan tumpengan.
Kegiatan seperti ini selalu dilakukan setiap tanggal 10 November tiap tahun.
Hal ini selain untuk memperingati hari ulang tahun vihara, bertujuan juga untuk
saling berbagi kepada seluruh umat vihara Jetevana sambil mengenang berdirinya
vihara tersebut yang hanya berawal dari sebuah Cetya sederhana.
No comments:
Post a Comment