SERANGGGGG
SERANGGGG........teriakan
lantang terdengar dari barisan depan. Bambu-bambu runcing saling beradu,
batu-batu berterbangan di udara. Juga benda keras lainnya. “Woy dasar lu
A#%&ng”. SERANGGGGG........”majuin barisan depan”. PLETAKKK.. hujan batu
berserakan. Berlarian. Saling mengejar. Saling melempar. Berteriak.
Mencaci-maki. Kejadian yang sudah biasa ketika laga mempertemukan rekan se-kota
antara Persita Tangerang dan Persikota Tangerang.
Pertandingan
se-kota yang tidak pernah luput dari kata “persatuan”. Laskar Benteng Viola
–julukan tim elit Persita Tangerang-, sebagai salah satu klub Liga Indonesia
yang mewakili kabupaten Tangerang tidak pernah dapat dinilai akur dengan
Benteng Mania –julukan Persikota Tangerang-.
“Saya
pertamanya ikut temen, pas SMP suka bolos nonton Persita”, ujar Hendar. “Kalo
tawuran itu udah biasa, malahan itu yang dicari buat seru-seruan”, lanjut
Hendar dengan muka polos yang masih mengingat kegiatannya lima tahun silam itu.
Tim
berjuluk Pendekar Cisadane ini mulai resmi berdiri pada 15 September 1945 yang
dipelopori oleh Alm. M. E. Umran. dan pada 9 September 1953 barulah klub dengan
warna kebanggaan ungu ini diterima dan disahkan oleh PSSI. Pada 23 Desember 2001,
berdiri kelompok supporter pasukan ungu ini dengan julukan Laskar Benteng
Viola. Fanantik para supporter tidak habis sampai disitu. Pada 2005 berdiri
supporter garis keras yang menamakan diri mereka Viole Xtrim dengan warna
berbeda, yaitu hitam.
“Siapa
suruh...lawan Persita....” “Hancurkan lawanmu......hancurkan lawanmu...”
yel-yel yang berbau anarki dan mengundang kemarahan sering menjadi pemicu
utama. Ejekan antar supporter. Hasil pertandingan. Bahkan kejadian lain yang
berbentuk kecil bisa berubah menjadi dampak besar, yaitu Keributan. Ya
Keributan.
“Tangerang
punya viola....bukan baby force......” “Tangerang punya viola.....bukan baby
force.....” “Disini Cuma ada unguuu bukan kuningggg &A#...”
TITTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT....TITTTTTTTTTTTTT.....
arus jalan tidak lancar. Kendaraan terhenti. Lagi-lagi hujan batu. Hujan batu
dimana-dimana. “Woy sini lu A#%&IG” “Majuinnnn woyyyyyyy jangan mundur...”
“SERANGGGGGGG.......” pejalan kaki berhamburan. Saling tabrak. Saling serang.
Lagi-lagi supporter satu kota terlibat dalam bentrok yang merugikan pengguna
jalan. Membuat macet. Mencederai anggota mereka. Merusak saran dan fasilitas.
Sempat
terdegradasi ke Divisi 1 pada musim 1998/99, Persita mampu keluar sebagai juara
Divisi 1 pada tahun 2000 dan promosi ke Divisi Utama. Walaupun hanya mampu
berjuang sampai babak delapan besar pada 2001, namun tim dengan jumlah
supporter cukup banyak ini mampu duduk di posisi Runner-up pada 2002 dan berada
di peringkat ke-3 pada 2003. Musim 2011/12, Persita kembali mengisi posisi
Runner-up Divisi utama dan promosi ke ISL (Liga Super Indonesia). Prestasi pendekar
cisadane belum habis, pada 2012 kembali menjadi Runner-up Grup A Inter Island
Cup Liga Indonesia.
DAR!!!! Tembakan
peringatan yang keluar dari senjata api millik petugas keamanan. Puluhan
petugas polisi berjaga. Mengamankan. Melerai pertikaian. Gas air mata
disemprotkan. Tembakan peringatan berulang kali terdengar. Batu-batu terbang
mulai jarang terlihat. Massa berlarian. Ejekan terus ada. Bertabrakan dan
saling mendahului. “Woy dasar lu A#@&NG..” “Tahan woyyy tahan.....” komando
dari kelompok massa. Seragam coklat yang menjalankan tugasnya ikut menjadi
sasaran lemparan batu terbang.
Suatu
pemberitaan online pernah menyebutkan, bahwa pertandingan sepakbola antara Persikota
dengan Persita selalu berujung tawuran dan pengerusakan. Kondisi ini pun
membuat gerah sejumlah pihak, termasuk tokoh agama. Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Kota Tangerang sampai-sampai sepakat mengeluarkan fatwa mendukung
pelarangan pertandingan sepak bola antara kedua klub ini. “Saat ini yang
terjadi, pertandingan sepak bola lebih sedikit manfaatnya dibandingkan dampak
positifnya. Maka kami mendukung bila pertandingan sepak bola di Kota Tangerang
yang makin meresahkan ini dihentikan dan ditiadakan," kata Ketua Majelis
Fatwa MUI Kota Tangerang KH Baijuri Khotib, Selasa (7/2/2012).
Fatwa
MUI Kota Tangerang ini berbunyi "Menolak kerusakan harus didahulukan
daripada mendapatkan manfaatnya". Fatwa ini disampaikan untuk menyikapi
masalah persepakbolaan di Kota Tangerang yang kian mengkhawatirkan. Dalam waktu
dekat, lanjut Baijuri, pihaknya juga berencana menyambangi Polres Metro Kota
Tangerang untuk meminta Kapolres agar tidak menandatangani izin penyelenggaraan
pertandingan sepak bola di Kota Tangerang. Meskipun, diakui Baijuri, upaya ini
pernah ditempuh pada masa kepemimpinan Kapolres namun tidak berhasil. Sementara
itu, Mantan pengurus Persikota Ebrown Lubuk, mendukung upaya MUI untuk
meniadakan pertandingan sepak bola di Kota Tangerang. Pasalnya panitia
pelaksana pertandingan kerap lepas tangan saat terjadi aksi tauran yang menelan
korban dan merusak fasilitas umum. "Pertandingan sepak bola di stadion
Benteng lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya. Makanya lebih baik
dihentikan dan jangan dilaksanakan lagi sebelum jatuh korban lebih banyak dan
kerusakan fasilitas umum lainnya," ujar Ebrown. Dia menambahkan, sikap
arogan para suporter ini selain sering membuat kemacetan, tawuran juga sering
kali merembet pada kerusakan fasilitas umum dan jatuhnya korban jiwa maupun
luka. “Makanya pertandingan Persikota dan Persita di Kota Tangerang ditiadakan,”
tegasnya.
Stadion
Benteng adalah markas bagi Persita dan Persikota. Kandang bagi kedua tim yang
berdiam di Tangerang. Pendukung Persita bukan hanya dikenal sering berbuat onar
dengan dengan rekan se-kotanya, melainkan dengan kota tetangga asal ibu kota,
Persija Jakarta.
Pertandingan
yang mempertemukan Macan Kemayoran –julukan Persija- dengan pendukung Persita
yang menggunakan warna ungu sebagai identitasnya ini sering berujung bentrok
antar supporter.
“Bukan
Cuma pas derby aja, kadang kalo lagi
mau berangkat ke Benteng buat nonton Persita main juga sering dijegatin ama
Bayi Ajaib –julukan lain bagi supporter Persikota-. Pernah waktu itu mau nonton
Persita lawan Persija, eh tiba-tiba dilemparin batu sama pendukungnya
Persikota. Pas pulangnya tawuran sama The Jack –julukan supporter Persija-.”
Meski
kini Persita dan Persikota berlaga di Liga yang berbeda, namun kericuhan masih
sering terjadi kala salah satu supporter berangkat untuk mendukung tim
kebanggaan mereka. Aksi pencegatan di jalan. Lemparan batu dari tepi-tepi
jalan. Aksi saling kejar. Saling ejek. Hingga kini tradisi itu masih sering
terjadi dan masih sering terdengar kata “SERANGGG.”
No comments:
Post a Comment