Wednesday, June 19, 2013



SERANGGGGG
SERANGGGG........teriakan lantang terdengar dari barisan depan. Bambu-bambu runcing saling beradu, batu-batu berterbangan di udara. Juga benda keras lainnya. “Woy dasar lu A#%&ng”. SERANGGGGG........”majuin barisan depan”. PLETAKKK.. hujan batu berserakan. Berlarian. Saling mengejar. Saling melempar. Berteriak. Mencaci-maki. Kejadian yang sudah biasa ketika laga mempertemukan rekan se-kota antara Persita Tangerang dan Persikota Tangerang.
Pertandingan se-kota yang tidak pernah luput dari kata “persatuan”. Laskar Benteng Viola –julukan tim elit Persita Tangerang-, sebagai salah satu klub Liga Indonesia yang mewakili kabupaten Tangerang tidak pernah dapat dinilai akur dengan Benteng Mania –julukan Persikota Tangerang-.
“Saya pertamanya ikut temen, pas SMP suka bolos nonton Persita”, ujar Hendar. “Kalo tawuran itu udah biasa, malahan itu yang dicari buat seru-seruan”, lanjut Hendar dengan muka polos yang masih mengingat kegiatannya lima tahun silam itu.
Tim berjuluk Pendekar Cisadane ini mulai resmi berdiri pada 15 September 1945 yang dipelopori oleh Alm. M. E. Umran. dan pada 9 September 1953 barulah klub dengan warna kebanggaan ungu ini diterima dan disahkan oleh PSSI. Pada 23 Desember 2001, berdiri kelompok supporter pasukan ungu ini dengan julukan Laskar Benteng Viola. Fanantik para supporter tidak habis sampai disitu. Pada 2005 berdiri supporter garis keras yang menamakan diri mereka Viole Xtrim dengan warna berbeda, yaitu hitam.

“Siapa suruh...lawan Persita....” “Hancurkan lawanmu......hancurkan lawanmu...” yel-yel yang berbau anarki dan mengundang kemarahan sering menjadi pemicu utama. Ejekan antar supporter. Hasil pertandingan. Bahkan kejadian lain yang berbentuk kecil bisa berubah menjadi dampak besar, yaitu Keributan. Ya Keributan.
“Tangerang punya viola....bukan baby force......” “Tangerang punya viola.....bukan baby force.....” “Disini Cuma ada unguuu bukan kuningggg &A#...”
TITTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT....TITTTTTTTTTTTTT..... arus jalan tidak lancar. Kendaraan terhenti. Lagi-lagi hujan batu. Hujan batu dimana-dimana. “Woy sini lu A#%&IG” “Majuinnnn woyyyyyyy jangan mundur...” “SERANGGGGGGG.......” pejalan kaki berhamburan. Saling tabrak. Saling serang. Lagi-lagi supporter satu kota terlibat dalam bentrok yang merugikan pengguna jalan. Membuat macet. Mencederai anggota mereka. Merusak saran dan fasilitas.
Sempat terdegradasi ke Divisi 1 pada musim 1998/99, Persita mampu keluar sebagai juara Divisi 1 pada tahun 2000 dan promosi ke Divisi Utama. Walaupun hanya mampu berjuang sampai babak delapan besar pada 2001, namun tim dengan jumlah supporter cukup banyak ini mampu duduk di posisi Runner-up pada 2002 dan berada di peringkat ke-3 pada 2003. Musim 2011/12, Persita kembali mengisi posisi Runner-up Divisi utama dan promosi ke ISL (Liga Super Indonesia). Prestasi pendekar cisadane belum habis, pada 2012 kembali menjadi Runner-up Grup A Inter Island Cup Liga Indonesia.
DAR!!!! Tembakan peringatan yang keluar dari senjata api millik petugas keamanan. Puluhan petugas polisi berjaga. Mengamankan. Melerai pertikaian. Gas air mata disemprotkan. Tembakan peringatan berulang kali terdengar. Batu-batu terbang mulai jarang terlihat. Massa berlarian. Ejekan terus ada. Bertabrakan dan saling mendahului. “Woy dasar lu A#@&NG..” “Tahan woyyy tahan.....” komando dari kelompok massa. Seragam coklat yang menjalankan tugasnya ikut menjadi sasaran lemparan batu terbang.
Suatu pemberitaan online pernah menyebutkan, bahwa pertandingan sepakbola antara Persikota dengan Persita selalu berujung tawuran dan pengerusakan. Kondisi ini pun membuat gerah sejumlah pihak, termasuk tokoh agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang sampai-sampai sepakat mengeluarkan fatwa mendukung pelarangan pertandingan sepak bola antara kedua klub ini. “Saat ini yang terjadi, pertandingan sepak bola lebih sedikit manfaatnya dibandingkan dampak positifnya. Maka kami mendukung bila pertandingan sepak bola di Kota Tangerang yang makin meresahkan ini dihentikan dan ditiadakan," kata Ketua Majelis Fatwa MUI Kota Tangerang KH Baijuri Khotib, Selasa (7/2/2012).
Fatwa MUI Kota Tangerang ini berbunyi "Menolak kerusakan harus didahulukan daripada mendapatkan manfaatnya". Fatwa ini disampaikan untuk menyikapi masalah persepakbolaan di Kota Tangerang yang kian mengkhawatirkan. Dalam waktu dekat, lanjut Baijuri, pihaknya juga berencana menyambangi Polres Metro Kota Tangerang untuk meminta Kapolres agar tidak menandatangani izin penyelenggaraan pertandingan sepak bola di Kota Tangerang. Meskipun, diakui Baijuri, upaya ini pernah ditempuh pada masa kepemimpinan Kapolres namun tidak berhasil. Sementara itu, Mantan pengurus Persikota Ebrown Lubuk, mendukung upaya MUI untuk meniadakan pertandingan sepak bola di Kota Tangerang. Pasalnya panitia pelaksana pertandingan kerap lepas tangan saat terjadi aksi tauran yang menelan korban dan merusak fasilitas umum. "Pertandingan sepak bola di stadion Benteng lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya. Makanya lebih baik dihentikan dan jangan dilaksanakan lagi sebelum jatuh korban lebih banyak dan kerusakan fasilitas umum lainnya," ujar Ebrown. Dia menambahkan, sikap arogan para suporter ini selain sering membuat kemacetan, tawuran juga sering kali merembet pada kerusakan fasilitas umum dan jatuhnya korban jiwa maupun luka. “Makanya pertandingan Persikota dan Persita di Kota Tangerang ditiadakan,” tegasnya.
Stadion Benteng adalah markas bagi Persita dan Persikota. Kandang bagi kedua tim yang berdiam di Tangerang. Pendukung Persita bukan hanya dikenal sering berbuat onar dengan dengan rekan se-kotanya, melainkan dengan kota tetangga asal ibu kota, Persija Jakarta.
Pertandingan yang mempertemukan Macan Kemayoran –julukan Persija- dengan pendukung Persita yang menggunakan warna ungu sebagai identitasnya ini sering berujung bentrok antar supporter.
“Bukan Cuma pas derby aja, kadang kalo lagi mau berangkat ke Benteng buat nonton Persita main juga sering dijegatin ama Bayi Ajaib –julukan lain bagi supporter Persikota-. Pernah waktu itu mau nonton Persita lawan Persija, eh tiba-tiba dilemparin batu sama pendukungnya Persikota. Pas pulangnya tawuran sama The Jack –julukan supporter Persija-.”
Meski kini Persita dan Persikota berlaga di Liga yang berbeda, namun kericuhan masih sering terjadi kala salah satu supporter berangkat untuk mendukung tim kebanggaan mereka. Aksi pencegatan di jalan. Lemparan batu dari tepi-tepi jalan. Aksi saling kejar. Saling ejek. Hingga kini tradisi itu masih sering terjadi dan masih sering terdengar kata “SERANGGG.”

No comments:

Post a Comment