Tak ada warga Jakarta
yang tidak mengenal Persija Jakarta. Kecuali anda tengah berpura-pura mengidap short-term memory lost akut, maka
bolehlah anda berkata bahwa Persija adalah bagian dari sejarah era Majapahit
yang sudah punah dan sekarang para peniliti sedang melakukan penggalian di
bawah kaki gunung Merapi untuk menemunkan peninggalannya.
Begitupun dengan warga
Bandung. Tidak ada warga Bandung yang tidak mengenal Persib Bandung. Kecuali
anda adalah teman dari si warga Jakarta yang berpura-pura mengidap short-term memory lost akut tadi dan
ingin menunjukkan rasa kesetiakawanan, maka bolehlah anda berkata bahwa Persib
adalah sebuah nama pulau di bagian timur Indonesia yang menjadi tempat
pengasingan ketika zaman Orde Baru.
Persija Jakarta dan
Persib Bandung adalah dua klub sepakbola yang paling terkenal di Indonesia.
Kemahsyuran nama kedua klub ini tidak kalah dengan nama-nama lain seperti PSMS
Medan, PSM Makassar, Arema Malang, ataupun Persebaya Surabaya.
Apabila laga Arema
Malang melawan Persebaya Surabaya kerap dilabeli Derby d’Java, maka pertandingan antara Persija Jakarta melawan
Persib Bandung ini diberi tajuk Derby
d’Indonesia. Tentu bukan tanpa alasan pertemuan kedua tim ini mendapatkan
judul sebesar itu. Sejarah rivalitas yang terjadi diantara mereka membuat laga
mereka sangat dinanti-natikan oleh seluruh penggemar sepakbola Indonesia.
Berbagai gelar yang
telah mereka raih di era Perserikatan dan era Liga Indonesia membuat dua klub
ini begitu dihormati oleh setiap lawan mereka hingga saat ini. Macan Kemayoran,
begitu biasa orang-orang menyebut Persija, adalah sembilan kali juara
Perserikatan dan satu kali juara Liga Indonesia. Sedangkan Maung Bandung
menjuarai Perserikatan lima kali dan Liga Indonesia satu kali.
Ditambah dengan faktor
geografis, rasanya tidak salah jika kedua klub ini memiliki tingkat persaingan
yang tinggi. Apabila Persija sebagai perwakilan dari ibukota, maka Persib
adalah wakil rakyat Jawa Barat. Dengan kata lain, dua klub ini sama-sama
berusaha mempertaruhkan harga diri kota nya masing-masing.
Unsur geografis
tersebut konon ditambah dengan sinisme gaya hidup. Jakarta identik dengan
warganya yang modern dan tenggelam di dalam keglamoran, sedangkan Bandung
justru mempertahankan tradisi budaya Sunda yang mereka miliki.
Apalagi manajemen
Persija memang sempat diguyur dana besar-besaran setelah disokong oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Macan Kemayoran mendapatkan dana berlimpah dan
diisi oleh pemain-pemain bintang. Rasa iri yang timbul akibat hal tersebut pun
menjadi alasan yang mendukung rivalitas mereka.
Merembet
Ke Suporter
Setiap kali kedua klub
ini bertemu, tensi tinggi di lapangan pasti tersaji selama 90 menit penuh.
Kontroversi dan pelanggaran-pelanggaran keras sudah bukan lagi hal yang asing
jika Persija sedang melawan Persib. Kartu kuning ataupun kartu merah juga
hampir pasti tertulis di kertas laporan pertandingan yang diisi oleh panitia
pelaksana.
Tensi tinggi ternyata
bukan hanya terjadi di lapangan. Di luar lapangan, tepatnya di hati para fans
kedua tim, tensi tersebut justru memuncak sebagai kebencian. The Jakmania, fans
Persija membenci fans Persib yang menamani diri mereka Viking atau bobotoh.
Rasa benci tersebut jelas tidak bertepuk sebelah tangan. Viking juga sangat
membenci The Jakmania.
Kedua fans beberapa
kali terlibat perkelahian berdarah. Kepala yang bocor atau badan penuh luka
lebam tak lagi terhindarkan setiap kali mereka bentrok fisik. Bahkan yang
terakhir, dua orang anggota Viking bernama Dani Maulana (17) dan Rangga Cipta
Nugraha (22) tewas di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) ketika
pertandingan Persija melawan Persib pada bulan bulan Mei 2012 akibat dikeroyok
oleh oknum suporter yang diduga adalah The Jakmania.
Sekalipun misalnya
oknum suporter tersebut bukanlah The Jakmania-karena belum tentu semua fans
Persija adalah The Jakmania, bisa saja simpatisan-dapat dipastikan banyak
anggota Viking yang tidak mau tahu hal tersebut. Yang jelas kedua orang
tersebut meregang nyawa di Jakarta ketika suporter Persija memenuhi kawasan
SUGBK.
**********
Tidak ada yang tahu
pasti sejak kapan permusuhan kedua kelompok suporter ini berawal. Berbagai
berita dan sudut pandang yang saya baca dari berbagai sumber, baik itu oleh
pihak The Jakmania ataupun Viking sama-sama tidak dapat ditemukan kesamaan awal
mula bibit perselisihan dan permusuhan ini tercipta.
Gesekan tertua yang
saya temukan terjadi pada tanggal 16 April 1995. Berdasarkan berita yang
diliris oleh Tempo.com tersebut, perkelahian mengambil tempat di Stadion
Menteng (sekarang telah menjadi Taman Menteng). Ketika itu sedang dilaksanakan
pertandingan Grup Barat putaran pertama kompetisi Liga Dunhill antara Persija
melawan Persib. Kejadian berlangsung pada babak pertama dan sempat membuat
pertandingan tertunda selama 20 menit. Terjadi kegiatan saling lempar melempar
batu, botol, tongkat, dan benda-benda lain yang bisa dilempar oleh kedua belah
pihak suporter setelah fans Persib merangsak ke pinggir lapangan akibat
kapasitas stadion yang tidak memadai.
Gesekan berikutnya saya
yang temui bersumber dari web simaung.com. Seorang pendukung Persib yang
memiliki akun Twitter @ekomaung menceritakan bahwa pada tahun 1999 di Stadion Siliwangi
pernah terjadi bentrokan. Suporter Persija yang ketika itu hadir dengan
menggunakan bis menjadi sasaran amuk fans Persib yang marah karena tidak bisa
masuk ke dalam stadion.
Berlanjut ke tahun 2000
ketika Liga Indonesia VI bergulir. Kembali mengambil tempat di Stadion
Siliwangi, kerusuhan besar terjadi antara kedua belah fans. The Jakmania yang
datang ke Bandung untuk mendukung Persija sebenarnya sudah berkoordinir dengan
perwakilan Viking. Namun tetap saja beberapa oknum ternyata menyerang para fans
Persija ini.
Konon katanya,
penyerangan didasari oleh pertandingan Persijatim (sekarang Sriwijaya FC)
melawan Persib di Stadion Lebak Bulus beberapa bulan sebelumnya. Fans Persib
yang datang ke Jakarta dikala itu merasa diperlakukan tidak simpatik oleh
“anak-anak” Jakarta meski sebenarnya Persijatim dengan Persija merupakan dua
tim yang berbeda.
Bentrokan tidak dapat
terelakkan. Beberapa anggota The Jakmania terluka parah akibat dikeroyok dan
dipukul menggunakan benda tumpul. Beberapa kaca mobil hancur akibat terkena
lemparan batu yang salah sasaran tersebut.
Namun dari berbagai
perkelahian yang terjadi, bentrokan yang paling terkenal dan dianggap sebagai
cikal bakal permusuhan mereka adalah ketika Kuis Siapa Berani di Jakarta pada
tahun 2002.
Ketika itu, salah satu
kuis paling terkenal tersebut mengundang beberapa fans klub tim-tim sepakbola
di Indonesia. Yang hadir antara lain The Jakmania (mewakili Persija Jakarta), Pasoepati
(mewakili Persis Solo), Aremania (mewakili Arema Malang), ASI (Asosiasi
Suporter Indonesia), dan tentunya Viking (mewakili Persib Bandung). Viking
menjadi juara satu dalam kuis tersebut.
Singkat cerita,
tiba-tiba terjadi perkelahian seusai acara. The Jakmania yang awalnya hanya
berjumlah 24 orang perlahan bertambah banyak seiring berdatangannya anggota The
Jak lainnya setelah mendengar kabar tersebut.
Naas. Meski para
anggota Viking sudah diungsikan oleh pihak kepolisian, penyerangan ternyata
tetap terjadi meski Viking sudah berada dalam perjalanan pulang di Tol Kebun
Jeruk. Satu buah mobil yang membawa para pendukung Persib tersebut berhasil
dicegat oleh para The Jakmania dan yang selanjutnya terjadi adalah
pengeroyokan. Total sembilan orang mengalami luka-luka dan harus mendapatkan
perawatan.
Semenjak itulah
kebencian diantara mereka memuncak dan tetap bertahan hingga sekarang.
*********
Tak hanya antara
suporter, kebencian ini akhirnya ikut berimbas kepada para pemain dari tim
lawan. Beberapa kali sempat terjadi penyerangan oleh pihak suporter lawan
ketika salah satu klub datang ke kota mereka.
Pada tahun 2003, para
pemain Persija sempat hampir menjadi korban seandainya mereka tidak cepat pergi
dari hotel tempat mereka menginap. Setelah pertandingan melawan Persib di
Bandung yang dimenangi oleh Persija, hotel mereka didatangi oleh beberapa
pendukung Persib yang pada akhirnya melakukan pengerusakan prasarana hotel.
Sedangkan pada tahun
2007, bus yang berisikan para pemain Persib Bandung dilempari batu oleh
beberapa suporter Persija pada saat mereka sedang menuju Stadion Lebak Bulus.
Alhasil para pemain Persib menolak bermain.
Beberapa kali pemain
kedua belah tim juga harus menggunakan kendaraan barakuda milik pihak
kepolisian untuk menghidari hal-hal yang tidak diinginkan, dan tentunya juga
demi alasan keamaan ketika sedang melakukan laga tandang.
Hal ini bahkan merembet
ketika para pemain sedang membela tim nasional Indonesia. Ketika para pemain
Persib berada di Jakarta untuk pemusatan latihan, mereka dihujat oleh para
pendukung Persija. Hal yang sama juga terjadi apabila ada pemain Persija yang
melakukan pemusatan latihan bersama timnas di Bandung.
Tidak
Hanya Terjadi Di Indonesia
Permusuhan antar
suporter seperti ini memang merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari
olahraga, terutama sepakbola. Ada berbagai alasan yang melatarbelakangi
permusuhan yang mendarah daging tersebut.
Beberapa yang terkenal
adalah fans Manchester United dengan Liverpool, Real Madrid dengan FC
Barcelona, SS Lazio dengan AS Roma, Galatasaray dengan Fenerbache, Ajax
Amsterdam dengan Feyenoord Rotterdam, dan River Plate dengan Boca Juniors.
Permusuhan tersebut
memiliki asal usul yang berbeda-beda. Manchester United dengan Liverpool
misalnya. Mereka bermusuhan karena sinisme setelah pembangunan pelabuhan di
Manchester menyebabkan pelabuhan di Liverpool menjadi sepi dan berakhiir
terhadap banyaknya penggangguran di kota asal The Beatles tersebut. Secara
otomatis, muncul kebencian dari scousers-istilah
untuk orang asli Liverpool- terhadap manchunian-sebutan
untuk orang asli Manchester.
Hal yang berbeda
terjadi kepada FC Barcelona-Real Madrid dan SS Lazio-AS Roma karena terdapat
unsur politik di dalamnya. Real Madrid merupakan klub yang dicintai oleh pemerintah
Spanyol yang dikala itu dipimpin oleh Raja Alfonso ke-13. Sedangkan Barcelona
merupakan tim yang berasal dari daerah Katalan. Daerah berotonomi yang ditekan
ketika rezim Jenderal Franco dan berusaha memerdekakan diri dari Spanyol.
Sedangkan SS Lazio dan
AS Roma merupakan tim dengan kepentingan politik berbeda. Lazio adalah tim yang
dahulu kala berisi penganut paham sayap kiri, dan AS Roma merupakan klub yang
berisi penganut paham sayap kanan.
Untuk
Galatasaray-Fenerbache dan River Plate- Boca Juniors, mereka merupakan tim-tim
yang mewakili kasta masyarakat. Galatasaray dan River Plate mewakili rakyat
menengah keatas, sedangkan Fenerbache dan Boca Juniors mewakili masyarakat
kelas pekerja.
Perselisihan Ajax-
Feyenoord lebih parah lagi. Ajax yang bertempat di Amsterdam dianggap sebagai
klub berisi orang-orang Yahudi. Oleh sebab itulah mereka dibenci oleh para
pendukung Feyenoord yang berada di Rotterdam. Maklum, hingga saat ini pun
sebenarnya sinisme terhadap orang Yahudi di Eropa masih tetap hidup meski tidak
lagi seekstrem dahulu kala.
Kalau mau dibandingkan
dengan perselisihan The Jak dengan Viking, seluruh rivalitas diatas sebenarnya
menyimpan sebuah keganjilan. Ketika mereka yang diluar negeri saling membenci
karena alasan politik, strata sosial, dan ras, The Jak dan Viking malah berawal
dari sesuatu yang sebenarnya dapat dihindari.
The Jakmania sendiri
sebenarnya baru lahir secara resmi di tahun 1997. Sebelumnya, belum ada
kelompok suporter resmi yang mendukung Persija Jakarta ketika bermain di
Stadion Menteng. Bahkan tak jarang suporter lawanlah yang memenuhi stadion
ketimbang suporter Persija. Ibaratnya, ketika PSMS datang maka yang memenuhi
stadion adalah masyarakat Batak, ketika Persebaya yang datang maka yang
memenuhi stadion adalah orang Jawa, dan begitu seterusnya.
Viking juga dahulu
“hanyalah” satu dari puluhan kelompok suporter Persib. Terdapat Stone Lovers,
Suporter Forever, BFT, Provost PERSIB, Vorib, Robokop, Casper, Tiger Fortune,
dan masih banyak lagi. Viking bukanlah kelompok suporter yang besar seperti
sekarang ketika semua suporter Persib telah identik sebagai Viking atau
bobotoh.
Imbas
Yang Terasa Merugikan
Pada tanggal 22 Juni
2013 yang akan datang, Persija Jakarta dijadwalkan bertanding melawan Persib
Bandung di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Namun sialnya, muncul berita bahwa
pihak kepolisian hanya akan memberikan izin pertandingan apabila dilaksanakan
tanpa penonton.
“Mereka khawatir
pertandingan akan rusuh kalau dihadiri penonton karena tensinya sangat tinggi,”
ungkap Larico Ranggamone, ketua The Jakmania.
Tentu hal ini sangat merugikan
pihak Persija karena mereka akan menghadapi musuh bebuyutannya tanpa dukungan
dari The Jakmania. Rangga dengan wajah yang sedikit berkerut berusaha
membandingkan dengan tensi pertandingan River Plate melawan Boca Juniors yang
sebenarnya jauh lebih sering terjadi perkelahian fisik ketimbang Persija
melawan Persib.
"Pertandingan
antara Boca Juniors dan River Plate selalu ramai dan tensinya tinggi. Tapi
pihak kepolisian di sana bisa bertindak tegas terhadap fans yang melakukan
pelanggaran. Mungkin itu bisa dicontoh,” lanjutnya seraya mengisyaratkan bahwa
Polisi di Indonesia terlalu bersikap mencari aman.
**********
Memang acap kali
pertandingan-pertandingan di Liga Indonesia harus dilaksanakan tanpa penonton
akibat tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian. Pihak kepolisian menilai
bahwa laga-laga tersebut terlalu riskan terjadi bentrokan apabila dihadiri
penonton. Oleh sebab itu, dipilihlah keputusan untuk tidak memperbolehkan
penonton masuk ke dalam stadion.
Tak jarang pula
beberapa tim harus menjalani pertandingan di kota lain karena tidak mendapatkan
izin sama sekali dari kepolisian setempat. Sungguh sesuatu hal yang aneh ketika
fans-fans di luar negeri yang jauh lebih beringas justru bisa menghadiri
pertandingan di kandang lawan dengan pengamanan dan penjagaan ketat dari pihak
keamaan.
Biasanya, pihak polisi
akan berusaha membuatkan rute khusus sehingga suporter lawan dan suporter tuan
rumah tidak bertemu secara fisik. Hal-hal ini dilakukan untuk menghindari
bentrok secara langsung. Jadi meskipun tensi pertandingan sangat tinggi, mereka
tetap bisa mendukung tim nya ketika bertandang.
Di Inggris contohnya.
Biasanya polisi akan membuat barikade untuk memisahkan suporter lawan dan
suporter tuan rumah di dalam stadion. Bahkan jika dibutuhkan, mereka akan
mengosongkan beberapa sektor agar fans tuan rumah tidak bisa menghampiri fans
lawan, begitupun sebaliknya.
Di beberapa negara
Eropa lainnya seperti Italy, Turki, Kroasia, dan Polandia, fans lawan yang
diberikan tribun khusus akan dilindungi oleh jaring untuk menghindari lemparan
dari fans tuan rumah. Di dalam tribun tersebut tentunya juga disiapkan beberapa
anggota kepolisian untuk menghidari pengerusakan prasarana stadion.
*********
Beberapa pihak
sebenarnya telah berusaha mendamaikan The Jakmania dengan Viking. Namun apa
daya. Semua berakhir sia-sia dan perdamaian tersebut tak kunjung tercipta. Bahkan
Ayi Beutik, Panglima Viking sempat berujar bahwa ia ingin rivalitas ini tetap
dijaga agar menjadi seperti Real Madrid dan FC Barcelona.
Baru-baru ini Larico
Ranggamone juga sempat kembali mengusahakan perdamaian dengan pihak Viking.
Tujuannya jelas agar The Jak bisa mendukung Persija ke Bandung, dan Viking bisa
mendukung Persib di Jakarta. Namun kembali lagi, tidak ada respon yang
diberikan pihak Viking sampai saat ini.
"Mari kita
hilangkan dendam masa lalu. Tidak jamannya lagi melakukan kekerasan
antarsuporter. Kami akan mengawasi setiap anggota yang ingin melakukan sweeping
atau larangan masuk buat Viking," tambahnya.
Sejatinya, perdamaian
kedua belah pihak akan sangat menguntungkan klub karena bisa mendapatkan
dukungan ketika bertanding ke kandang lawan. Tidak ada lagi bentrokan yang bisa
saja kembali berujung kematian.
Indonesia bukanlah
Eropa yang pihak keamanannya bisa bersikap preventif secara tegas. Kita
dibiasakan untuk bersikap represif secara halus dan memilih untuk tidak
memberikan izin ketimbang nantinya malah merepotkan. Padahal tugas mereka
adalah mengayomi dan melindungi masyarakat, bukan melarang.
Terkhusus pertandingan
pada tanggal 22 Juni esok, seharusnya pertandingan tersebut bisa dipenuhi oleh
penonton. Apalagi tanggal tersebut jatuh pada hari kelahiran kota Jakarta yang
notabenenya berarti derby tersebut akan terasa lebih special dari biasanya.
Sebuah ironi memang.
Ketika fans sepakbola tidak lagi dianggap sebagai sebuah bentuk kebebasan
berorganisasi dan berekpsresi, maka hanya tinggal menunggu waktu saja sepakbola
di negara tersebut akan mati. Eh, atau apakah sebenarnya kita sedang mati suri?
No comments:
Post a Comment