Wednesday, June 19, 2013

Selamat Sampai Seberang

Seorang penyebrang jalan yang hampir tertabrak sepeda motor akibat tidak menggunakan Jembatan Penyebrangan Orang yang sudah tersedia di Jalan Raya Gading Serpong.

Salah satu penyebrang jalan yang tidak menggunaan fasilitas jembatan penyebrangan orang dengan baik

38... 37... 36... 35... 34... 23... 22... 21.... Lampu hijau menyala.

Digendongnya tas punggung warna hitam di bagian depan. Seragam karyawan pun masih lekat dikenakannya. Memasang badan di tepi jalan layaknya waktu tengah memburu. Dipasangnya mata tajam-tajam. Memerhatikan setiap laju kendaraan yang hendak melintas.

20... 19... 18... 17... 16... 15... 14.... Lampu hijau masih menyala.

Dengan sigap orang itu berlari tanpa lihat kanan-kiri. Menerobos lalu lintas menuju seberang jalan. Sedikit berlari kecil tanpa hati-hati. Deru mesin motor dan mobil mengirinya menuju seberang jalan.

Tiiiinnnnn!!! Tiiiinnnnn!!!

Ketika sadar laju kendaraan yang kian ramai dan cepat, tanpa sadar orang itu berhenti berlari. Motor hijau berplat nomor B 3980 NFO hampir saja menabraknya!

Tiiiinnnnn!!! Tiiiinnnnn!!!

Orang itu pun kembali berlari, melewati jalanan besar hingga ke seberang. Tak dihiraukannya muka-muka pengemudi yang ingin membunyikan klakson untuknya keras-keras.

***

Di kejauhan, beberapa polisi terlihat sibuk mengatur padatnya lalu lintas. Jalan Raya Serpong yang terkenal dengan kemacetannya pada jam-jam pulang kerja, membuat para polantas harus bekerja dengan ekstra. Tak hanya mengatur kendaraan-kendaraan yang lalu lalang saja. Namun, juga pejalan kaki yang hendak menyebrang.

“Saya tidak suka dengan orang yang menyebrang sembarangan, apalagi sudah ada fasilitas JPO, Jembatan Penyebrangan Orang. Kalau ada fasilitasnya, ya pakai. Makanya, kita himbau masyarakat agar melalui JPO tersebut,” ujar Brigadir Kepala Polisi Rahmatullah dari Polres Tangerang.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat dua pasal yang memuat hal dan kewajiban bagi para pejalan kaki.  Pasal 132 ayat 1 menyebutkan, “Pejalan kaki wajib menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi pejalan kaki atau jalan yang paling tepi atau menyeberang di tempat yang telah ditentukan”.

Meski ada hukum tertulis, toh masih saja banyak orang yang tak menghiraukannya.

“Kesal sih lihat orang nyebrang sembarangan, apalagi kalau jalannya pelan, bahkan harus rem mendadak. Tapi, kalau ada orang mau nyebrang, tentu aja gue kasih jalan karena gue juga suka nyebrang sembarangan. Hehehe...,” ujar Jordan Vincent, salah satu pengguna kendaraan bermotor.

Ya... gambaran orang yang menyebrang sembarangan tampaknya bukan hal yang biasa lagi. Kini, pemandangan serupa kerap kita temui di mana-mana. Bukankah sudah ada fasilitas jembatan penyebrangan yang siap digunakan? Bukankah juga ada zebra cross yang siap menjadi rambu-rambu? Lantas, mengapa masih banyak orang yang menyebrang sembarangan?"

“Saya lebih suka menyebrang langsung karena lebih cepat. Lagipula, jembatan penyebrangan masih jarang sekarang. Makan waktu kalau harus ke jembatan penyebrangan dulu,” tambahnya.

Sebagai pengguna jalan, tentu keselamatan adalah hal yang harus diprioritaskan. Pemerintah Kota Tangerang telah membuat sebuah fasilitas umum untuk masyarakat pakai, yakni jembatan penyebrangan itu sendiri. Bukan semata-mata hanya untuk melengkapi fasilitas saja, tetapi jembatan ini tentu memiliki banyak manfaat.

“Yang pertama safety. Lebih aman karena kita sudah berada di jalur yang tepat. Kalau misalnya kita tidak bisa menyeberang, gimana kita bisa memberi contoh ke orang lain untuk menyebrang di sana? Selama ini kita mengeluh, duhh... kenapa macetlah... segala macamlah... itu salah satu sebabnya orang yang menyeberang tidak pada tempatnya,” tutur David Mario Hutabarat, salah satu pejalan kaki.

Baginya, masyarakat belum punya cukup pengetahuan mengenai peraturan yang berlaku. Karena selama ini, mereka hanya mengetahui, tetapi tidak menerapkannya dalam kehidupan  nyata. Sebagai pengguna jalan yang bijak, haruslah saling mengerti kalau kita wajib menyeberang di tempat yang sudah disediakan.


Selain alasan keamanan, jembatan penyeberangan orang ini juga berfungsi untuk mengurangi kemacetan lalu lintas sehingga arusnya pun tidak terlalu terhambat. Di sisi lain, jembatan ini berfungsi untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas. Namun sayangnya, kini fasilitas penyebrangan banyak dialihfungsikan menjadi lahan mata pencaharian.

Di sudut tangga, seorang wanita tua berkerdung cokelat tengah duduk manis. Menanti para pejalan kaki yang lewat, sambil sesekali memerhatikan angka-angka penunjuk waktu pada lampu lalu lintas. Menanti wadah uang receh di hadapannya untuk diisi penuh noleh pejalan kaki yang lalu lalang. Di sisi lain, seorang pria tua berkeriput menyodorkan gelas kecil miliknya ke depan. Berharap ada pejalan kaki yang lewat dan memberikan seperak dua perak untuknya.

Beruntung, fasilitas jembatan penyebrangan ini memang seadanya. Tidak seperti di kota Jakarta yang cenderung lebih panjang dan lebar. Bahkan, bukan hanya pengemis dan gelandangan saja yang dapat kita lihat. Di atas jembatan, bisa kita temui penjual masker, screen guard... casing handphone... power bank... stiker... aksesoris... buku... komik... novel... sandal crocs....

“Sebenarnya itu mengganggu pejalan kaki, karena space untuk berjalan semakin sempit. Cuma, hal itu membawa keuntungan. Pemda perlu mengkaji ulang mengenai solusinya. Pelebaran jalankah? Atau bikin underground seperti Singapur,” kata David lagi.

Minimnya jumlah dan fasilitas yang memadai terkait jembatan penyebrangan di Tangerang ini menjadi salah satu titik yang harus dibenahi oleh Pemda. Bukan dari sekadar fungsi, melainkan struktur, fondasi jembatan, serta kenyamanan dan keamanan dalam menyeberang.

Jumlah JPO di Tangerang memang sangat kurang. Perlu dibangun banyak jembatan di tempat-tempat umum, seperti mall, tempat perbelanjaan, sekolah, dan rumah sakit. Apabila membutuhkan waktu yang tidak sedikit, setidaknya ada zebra cross.

Kendati demikian, jumlah jembatan penyebrangan yang sedikit ataupun banyak berlum tentu dapat digunakan maksimal. Mengapa? Memang, para pejalan kaki harus diprioritaskan. Akan tetapi, apabila masyarakat sendiri belum paham akan keselamatan dirinya, bagaimana mereka memiliki mindset untuk menjaga kelancaran dan keselamatan lalu lintas bersama? Tampaknya, sosialisasi untuk menyebrang di JPO haruslah masuk daftar tugas tambahan. Hukum yang berlaku tentang pengguna jalan harus lebih diperketat.


“Saya sering negur orang secara langsung. Intinya demi keselamatan penyebrang itu. Makanya, kita tidak pernah bosan-bosannya untuk menghimbau agar masyarakat sesuai dengan aturan yang ada,” tukas Brigadir Kepala Polisi Rahmatullah yang sudah bekerja sebagai polantas selama 14 tahun. “Demi keselamatan ibu, bapak, adik-adik, ini sudah ada JPO, sudah ada fasilitasnya.”

Mengapa harus rela melihat ke kiri dan kanan, merasa was-was dan melangkahkan kaki terburu-buru, sembari memberi tangan untuk memberhentikan mobil?

Tiiiinnnnn!!! Tiiiinnnnn!!!

Bukankah lebih aman menaiki beberapa anak tangga, berjalan lurus tanpa memerhatikan laju kendaraan untuk diterobos, lalu menuruni beberapa anak tangga lagi?

Hhhhh... Hhhhh.... Hhhhh....

Meski lelah, kenapa tidak... asalkan selamat sampai seberang?




Oleh Sintia Astarina - 11140110048

Tugas Mata Kuliah Penulisan Feature

No comments:

Post a Comment