Wednesday, June 19, 2013

Murah Diantara yang Mewah

“Mbak, coba liat yang itu dong!” perintah seorang laki-laki berambut klimis kepada seorang wanita berbadan cukup gemuk. Laki-laki itu menunjuk sebuah boneka teddy bear berwarna merah muda yang ukurannya begitu besar. “Berapa mbak?” tanya laki-laki itu sambil menyeka keringat didahinya. “Seratus tujuh lima, mas,” jawab penjual boneka tersebut sambil memberikan teddy bear raksasa itu kepada calon pembelinya itu.

Aksi tawar menawar pun dimulai. Seperti dua orang yang sedang bermain bulutangkis, melempar kok kesana kemari menggunakan raket, demikian penjual dan calon pembeli ini. Mereka berdua saling melempar harga, keduanya tak ada yang mau kalah. “Seratus ribu?” tawar laki-laki itu. “Seratus lima puluh deh,” si penjual kembali menaikan harga. Hampir lima menit, mereka berkutat dengan adegan tawar menawar yang tak kunjung usai, sampai akhirnya calon pembeli itu benar-benar hanya menjadi calon pembeli, alias tidak jadi membeli.

Tempat ini memang sudah menjadi pusat mainan anak murah dan meriah di Jakarta sejak tahun 1990. Karena kawasan ini bukan terdiri dari kios mainan dengan bangunan bagus, berpendingin ruangan, dan dengan label harga yang sudah digantung disetiap mainan, adegan tawar menawar harga selalu terjadi antar penjual dan calon pembeli.

Pasar Gembrong, ya, itu dia nama tempat yang menjadi pusat mainan murah di Jakarta setelah Pasar Asemka dan Pasar Tanah Abang. Dari mana nama gembrong berasal, tidak ada satupun yang tahu. Nama pasar ini sebenarnya adalah Pasar Prumpung karena letaknya memang berada di JL. Basuki Rachmat, Prumpung, Jakarta Timur. Pasar yang usianya sudah puluhan tahun ini bisa dibilang terletak didekat kawasan elit ambassador sampai cassablanca.

Awalnya, pasar ini tidak menghadirkan banyak kios-kios mainan, melainkan seperti pasar tradisional pada umumnya yang menjual aneka bahan-bahan pokok seperti sayur mayur, ikan, ayam, dan kebutuhan pokok lainnya. Bisa dihitung dengan jari berapa banyaknya pedagang yang menjajakan mainan-mainan anak.

Tetapi semuanya berubah sejak pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk membangun jalan baru dari Casablanca menuju ke Pondok Kopi. Pedagang-pedagang bahan-bahan pokok di wilayah itu harus rela pergi digusur untuk kepentingan pembangunan jalan. Saat jalanan Casablanca-Pondok Kopi jadi, satu persatu penduduk membangun kios-kios semi permanen di tepi jalan baru tersebut, namun mereka yang tadinya menjual sayur mayur dan aneka kebutuhan pokok itu beralih menjadi penjual mainan anak-anak. Stok mainan anak-anak didapatkan para penjual mula-mula dari Pasar Asemka dan Tanah Abang.

Seiring berjalannya waktu dan semakin padatnya kawasan Casablanca, Pasar Gembrong ikut berkembang dengan sangat pesat. Bangunan-bangunan semi permanen yang menjual beragam mainan anak semakin banyak berdiri berjejer disepanjang jalan Basuki Rachmat. Hingga kini, Pasar Gembrong menjadi pusat mainan nomor satu di Jakarta mengalahkan Asemka dan Pasar Tanah Abang, meski awalnya kedua pasar tersebut adalah tempat para pedagang di Pasar Gembrong mencari aneka mainan untuk dijual kembali.

Sekarang ini, disepanjang Jalan Basuki Rachmat benar-benar sudah dipadati oleh pedagang mainan. Display mainan yang akan dijual sudah seperti tumpah-tumpah ke jalan melebihi kapasitas kios sehingga mengambil porsi trotoar untuk pejalan kaki. Bahkan sampai ada lapak-lapak yang seperti terjun bebas ke pinggir jalan.
Sore itu hujan turun cukup deras, berbanding lurus dengan pengunjung yang juga tetap deras mengunjungi pasar gembrong. Anak-anak yang rata-rata berusia sekitar 10 tahunan tampak sibuk menawari payung berukuran besar kepada ibu-ibu yang baru saja keluar dari mobil yang diparkirkannya dipinggir jalan. Rupanya, hujan sore itu tidak menghalangi pembeli yang kebanyakan adalah ibu-ibu untuk tetap berbelanja atau sekedar mencuci mata di Pasar Gembrong.

Saya menyusuri trotoar disepanjang kios-kios mainan di Pasar Gembrong berdiri. Agak kesulitan berjalan disini. Agak kesulitan memang berjalan di trotoar ini, maklum, para pedagang menaruh etalase atau meja untuk menjajakan dagangan mereka sampai meluap ke trotoar, memakan setengah bagian trotoar. Bahkan beberapa kios sampai membabat habis trotoar di depan kios mereka, sehingga saya harus sesekali turun ke jalanan, itupun saya masih harus berjuang, karena di pinggir jalanpun tidak sedikit pedagang yang membuka lapak. Berjalan berdesak-desakan dengan penjual dan pengunjung lainnya, saking terlalu sempitnya tempat untuk berjalan, saya dan beberapa pengunjung didepan saya sesekali menjatuhkan satu dua mainan yang ditumpuk sampai tingginya hampir sepinggang orang dewasa.

Sebuah kios menarik perhatian saya karena kios yang satu ini tidak terdiri dari berbagai jenis mainan, melainkan hanya menyediakan boneka. Aneka boneka ada di sini, mulai dari ukuran yang paling kecil, sampai yang sangat besar. Dari paling depan, boneka-boneka kecil tampak dalam etalase kaca dan saat saya masuk ke dalam kios, WAW....... boneka-boneka seukuran badan saya ada di dalam, rapih terbungkus plastik bening.

Tidak terlihat papan nama kios ini di bagian depan kios ini saat saya masuk tadi, ternyata benar kata Ibu Farida, penjaga kios ini yang baru memulai pekerjaannya sejak lima tahun terakhir.

“Bos saye gak ngasih nama tokonya, kaga penting katanya mah,” ujar Ibu Farida dengan logat Betawi.
Ibu Farida memang baru lima tahun menjaga kios tanpa nama ini, namun kios berukuran 3x3 meter ini sudah berdiri kokoh menjual bermacam-macam boneka sudah sejak 27 tahun yang lalu.

“Saye Cuma jaga tapi tahu ceritanye lumayan, bosnya masih sodara saye. Bos saye orang Arab tapi udah lama tinggal di Jakarta,” cerita bu Farida yang ternyata juga keturunan Arab tapi sangat lihai berbicara memakai logat Betawi ini.

Menengok keadaan kios yang semi permanen dan bisa dibilang sempit dan seadanya, sayapun bertanya kepada Ibu Farida, “Kios-kios di Pasar Gembrong ini tuh sebenernya sah gak sih, bu?”

“Sah kok, suratnya ada. Yang gak sah itu yang buka-buka lapak di pinggir jalanan noh, itu udah sering diamanin sama petugas kantib, nanti kalo petugas kantib udah dateng nah mereka ribet dah tuh mindahin lapak ke trotoar depan kios-kios yang sah ini, biar dikira masih bagian dari kios,” ungkap Ibu Farida.

Ibu Farida mengatakan, bahwa sebenarnya untuk keamanan dan kenyaman bersama, pemerintah DKI Jakarta sudah membangun bangunan modern dan permanen yang berisi kios-kios lebih layak untuk para pedagang, dengan harga sewa sama dan letaknya masih di pinggir Jalan Basuki Rachmat. Awal-awal bangunan permanen itu didirikan, banyak pedagang yang pindah kios kesana, namun sepi, calon pembeli malah mendatangi lokasi yang lama, jadilah Pasar Gembrong yang permanen itu sepi ditinggal pedagang yang memilih untuk kembali berjualan di kios semi permanen mereka.

Kios boneka tanpa nama ini diakui Ibu Farida selalu ramai didatangi pembeli dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, pelaut, bahkan sampai artis pun ada yang menjadi langganan tetap kios yang dijaganya.

“Dony Kusuma noh dek, dateng tiap hari Selasa kesini, borong boneka buat anaknya kali ya, ganteng bener dek, putih,” cerita Ibu Farida yang membakar rokok. “Sama si itu si siapa itu penyanyi dangdut tuh lupa dah Ibu,” tambah Ibu Farida yang sudah berusia 45 tahun ini. “Cici Paramida,” sahut Mbak Della, anak Ibu Farida yang menemani menjaga kios.

Ibu Farida dan Della mengaku tidak pernah gerogi walaupun kiosnya sering didatangi artis-artis, “Sama-sama manusia sama-sama makan nasi kok, dek, stay cool aje,” ujar Ibu Farida yang ternyata selalu menolak diwawancarai oleh media-media televisi.

Keunikan Pasar Gembrong memang selalu menarik banyak media-media untuk meliput kawasan ini, apalagi media televisi. “Waktu itu ada JakTV, MetroTV, sama TransTV. Tadi siang juga ada tuh tapi saya gak mau masuk tipi, malu, jadinya si Della deh yang ditanya-tanya,” ungkap Ibu Farida

“Ada pelaut juga tinggal di Makasar, tiap 6 bulan sekali kesini, borong boneka belanjanya sampe jutaan, buat dijual lagi katanya, di sana susah boneka sama mainan,” cerita Ibu Farida sambil menghisap rokoknya.
Memang, karena Pasar Gembrong memang terkenal menjual mainan murah dengan kualitas bagus, banyak artis berdatangan ke sini untuk memborong beragam mainan. Di Pasar Gembrong, kita bisa mendapatkan mainan seperti yang ada di mall-mall dengan harga dua kali lebih murah. Misalnya, boneka tedy bear berukuran sangat besar, dipatok Ibu Farida dengan harga Rp 175.000,00- dan masih bisa ditawar, sedangkan dengan barang yang sama tetapi sudah dijual di toko yang ada di mall, harganya bisa mencapai Rp 300.000,00-

“Boneka-boneka yang di jual di mall tuh, sering ngambil di sini, kalo belanja ampe pake karung saking banyaknya. Ada tuh toko boneka di daerah Karawaci sebulan sekali kesini ambil stock barang,” jelas Ibu Farida.

Harga boneka di kios ini dipatok mulai dari harga Rp 35.000,00- sampai paling mahal Rp 250.000,00 dan itu semua masih bisa ditawar.

“Kadang ada yang nawar harganya kelewatan, masa boneka Rp 150.000,00- ditawar jadi Rp 50.000,00- kan sakit hati juga saya,” keluh Ibu Farida sambil geleng-geleng kepala.

Kios yang buka pukul 09.00 WIB dan tutup pukul 17.00 WIB ini paling sedikit menghasilkan Rp 3.000.000,00- per harinya, itu hari biasa, jika weekend tiba bisa dua bahkan tiga kali lipatnya.

“Kalo weekend noh ya dek, suka sampe puyeng kepala, rame bener manusia yang dateng kesini. Kadang sampe ketuker-tuker ngasih harga barang, yang murah jadi mahal yang maha jadi murah,” kata Ibu Farida sambil mengepulkan asap rokok ke arah atas.

Saking ramainya pengunjung saat weekend, ternyata kios ini pernah mengalami kerugian hingga Rp 7.000.000,00- di suatu hari sabtu sekitar dua tahun yang lalu. Waktu itu, kios ini diakui Ibu Farida belum mempunyai etalase kaca, jadi dibagian depan toko hanya ada meja untuk memajang banyak boneka.

“Kita gak sadar keilangan barang, tiba-tiba pas mau tutup lagi ngepak-ngepak barang eh kok banyak yang ilang, ternyata yang jaga kios sebelah cerita kalo pas siang barang-barang banyak yang jatoh ke trotoar terus diambil-ambilin orang-orang,” cerita Della yang diwajahnya masih tergores raut kesal mengingat kejadian itu.
Memang, boneka di kios ini sangat banyak, rata-rata adalah aseli buatan pabrik Indonesia, pabrik rumahan, namun ada juga beberapa yang di import dari luar negeri.  Saking banyaknya boneka di kiosnya, Ibu Farida tidak hafal nama-nama boneka yang dia jual. Saya saja hendak membeli boneka karakter dari Jepang, Domo Kun, tapi Ibu Farida malah memberi saya boneka karakter cookie monster dari sesame street.

“Begitu tuh si Ibu suka salah dan sok tahu, kadang malu harus berantem di depan pelanggan buat nyariin boneka pesenannya,” ujar Della. Della mengaku lebih banyak tahu tentang nama-nama karakter boneka yang dijualnya, “Saya sering cari tahu nama-namanya lewat internet,” kata Della.

Ibu Eni, salah satu pelanggan di kios boneka yang dijaga Ibu Farida dan Della ini mengaku tidak pernah merasa kecewa dengan barang-barang yang dibelinya. “Saya puas setiap beli di sini, selain beli boneka, biasanya saya belanja ke kios Kawan Lama, kalau disitu dia gak jual boneka, jualnya mainan. Disana lebih modern aja bayarnya bisa pake kartu kredit,” ujar Ibu Eni yang tinggal di Kota Bogor ini. “Kalau ngeluh, paling masalah parkir aja,” keluhnya.

Sore itu jam sudah menunjukkan pukul 18.00, tetapi kios boneka yang seharusnya sudah tutup ini belum juga tutup karena hujan masih turun dengan setia. Pembelipun juga masih setia membeli boneka-boneka di sini meski hujan mengguyur dan tidak ada kenyamanan sama sekali.

No comments:

Post a Comment