Pelantun Melodi yang
Jago Bedah
Gemuruh
tepuk tangan mengisi kekosongan di seluruh ruangan seiring dengan usainya
dentingan piano. Di luar masih basah karena sisa hujan beberapa jam yang lalu
serta angin malam masih kencang berhembus, namun di dalam sini suasana begitu
hangat oleh canda tawa penonton menyaksikan penampilan sebuah grup jazz yang
membawakan lagu-lagunya dengan semi jenaka. Grup musik yang satu ini memang
sudah tidak asing lagi dikenal oleh masyarakat Indonesia, khususnya bagi mereka
penggemar musik jazz. Sebut saja, Indra Lesmana dan Echa Soemantri yang telah
menghabiskan lebih dari separuh usianya untuk berkecimpung dalam dunia musik
jazz. Tak ketinggalan, sang vokalis, yang menjadi dalang dalam acara hari ini,
serta sukses mengocok perut para penonton dalam kurun waktu kira-kira tiga jam
terakhir, Teuku Adifitrian, yang biasa dikenal dengan nama “Tompi” ini memang
selalu mampu menyajikan lagu-lagunya secara khas dan entertaining.
Seperti misalnya, lagu yang baru
saja usai dinyanyikan bertajuk “Selalu Denganmu” dalam acara Mostly Jazz di Red
White Jazz Lounge ini dibawakan dengan lucu. Di awal lagu, Ia menyindir
orang-orang yang sering menirukan gaya bernyanyinya. “Entah kenapa orang-orang
itu berusaha menirukan aku, bernyanyi dengan cara yang didengarnya,” ujarnya
dengan cara dilagukan, lantas dilanjutkan dengan komedi-komedi khasnya dan
disambut dengan gelak tawa dan tepuk tangan penonton. Hal ini menggelitik saya
untuk mengenal lebih dalam tentang siapa sebenarnya seorang Tompi ini.
Ditemui di sebuah kafe kecil nan
santai, Monolog, di bilangan Senayan, Jakarta Selatan, pria bertubuh sedikit
gemuk ini, bersama tiga orang rekannya, tampak ramah dan ceria ketika menyambut
saya. Dengan kemeja kotak-kotak serta topi newsboy
yang tak pernah absen digunakan, penampilannya yang santai mampu membuat saya
membawakan obrolan-obrolan yang ringan tanpa kekakuan dan keminderan yang
biasanya sering saya alami ketika harus berhadapan dengan orang yang menurut
saya dia orang penting dan dikenal banyak orang.
Sewaktu kecil, pria kelahiran
Lhoukseumawe, 22 September 35 tahun silam ini ternyata sama sekali tidak
mempunyai impian untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi menjadikan penyanyi itu
sebagai profesinya di kemudian hari untuk menghidupi sisa hidupnya. Hingga
sewaktu kuliah, Ia mulai mencoba memberanikan diri untuk bernyanyi lewat
kegiatan kampus. Kebiasaannya dalam melantunkan lagu-lagu daerah Bumi Serambi
Mekah dengan cengkok ternyata mempengaruhi gaya bernyanyinya yang memang khas,
dan hal itulah yang justru mampu melambungkan nama Tompi yang dengan mudah
dikenal oleh masyarakat.
Sebelum terkenal sebagai penyanyi,
anak kedua dari empat bersaudara ini ternyata mengemban pendidikan di dunia
kedokteran. Dulu, dari kecil sampai SMA, Ia menghabiskan waktunya di Aceh.
Selepas SMA, Pria berkulit gelap ini mencoba hijrah ke Bandung untuk mengikuti
bimbingan belajar serta mengikuti Ujian Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Tanpa disangka-sangka, Ia akhirnya diterima di Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia dan akhirnya pindah ke Jakarta hingga hari ini. Setelah lulus sebagai
dokter di Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2003, Ia sempat bekerja
sebagai dokter umum di IGD Rumah Sakit Koja, Tanjung Priok, lalu beralih
menjadi dokter okupasi di PT National Panasonic, dan terakhir di US Embassy.
Setelah kemudian lulus tes masuk program spesialis bedah plastik pada tahun
2003 akhir, Ia lalu membuka kliniknya sendiri, dengan diberikan nama yang
sedikit unik yaitu Beyoutiful Clinic, di daerah Jakarta Selatan. Klinik ini dibuka
hanya spesial untuk bedah estetik, pelayanan gigi dan kulit.
Selama sekolah dokter umum hingga sampai menjadi
spesialis Ia lalui sambil merintis karir bernyanyi. Melalui perjumpaannya
dengan tokoh-tokoh besar dalam dunia tarik suara seperti Bertha dan Tjut
Deviana, ternyata mampu meningkatkan kualitasnya dalam bernyanyi. Hingga pada
suatu hari, Tompi mendapatkan tawaran untuk tampil menyanyi di The Bar, Four
Season Hotel. Sejak saat itulah Ia memulai merintis karirnya sebagai penyanyi
profesional.
Sebelum bersolo karir, Pria berbintang Libra ini pernah
menjadi seorang vokalis band “Cherokee” yang pernah tampil hingga ke Singapura
selama tiga hari berturut-turut. Karena penampilannya yang memesona, Ia pun
ternyata dijuluki Super Vocalist dan Super Sound oleh masyarakat Negeri
Singa, Singapura. Setelah itu, Ia mencoba bergabung dengan Bali Lounge yang
mengusung aliran etnis modern dengan singlenya
yang berjudul “Something’s Wrong” dan “Apa”. Dengan pengalaman menyanyinya itu,
kemampuan olah vokal Tompi makin terasah dan akhirnya muncul keinginan untuk
membuat album solo.
Banyak
penyanyi-penyanyi handal yang menghabiskan waktunya bertahun-tahun untuk
membuat sebuah album. Tak demikian halnya dengan Tompi, ia hanya membutuhkan
waktu singkat sekitar dua minggu untuk menggarap album perdananya itu. Dengan
proses rekaman dan mastering yang dilakukan di Jakarta sedangkan untuk mixing
dilakukan di Negeri Singa, Singapura.
Hari yang dinantikan pun tiba. Di pertengahan 2005, album
pertama yang diberi nama “T” pun rilis. Album ini berisikan 12 lagu dimana 6
lagu berbahasa Indonesia dan 6 lagu lainnya berbahasa Inggris. Dan ketika itu
lagu yang Tompi bawakan itu adalah lagu dengan
hits “Selalu Denganmu”, saat itu Tompi berharap agar karyanya dalam bermusik
dapat diterima baik oleh masyarakat. Sebagian besar lagu yang ada di dalamnya
merupakan lagu hasil ciptaannya sendiri. Dengan bantuan alat perekam kecil dan
telepon genggamnya Tompi menciptakan lagu di sela-sela waktu senggangnya. Inspirasinya
dalam menciptakan lagu ini bisa berasal dari mana saja, mulai dari suasana di
sekitar lingkungannya, hal-hal kecil yang terjadi di sekitar, pengalaman
pribadi orang-orang terdekat, hingga pengalaman pribadinya sendiri. Kebanyakan
lagunya merupakan lagu-lagu cinta yang dikemas dengan berbagai mood, bisa senang, sedih, duka, ataupun
ceria. Album ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi seorang Tompi, karena
dalam proses pembuatannya, Ia dibantu oleh musisi-musisi handal seperti Louis
Pragasm dan Marina Xavier yang dengan senang hati menyumbangkan lirik berbahasa
inggris, serta dengan rilisnya album ini, maka debutnya sebagai penyanyi
professional pun dimulai.
Pada
bulan Ramadhan tahun 2006, Tompi yang merupakan seorang muslim menggunakan talentanya dalam bernyanyi dan
menciptakan lagu bernuansa islami yang bertujuan untuk menarik perhatian
anak-anak muda agar semangat menjalani ibadahnya di bulan suci ramadhan ini.
Saat itu Tompi berhasil meriliskan albumnya yang kedua yang bernuansa islami
dengan judul Soulful Ramadhan. Uniknya setelah Tompi merilis album Soulful
Ramadhan selang waktu beberapa minggu untuk menambah kaya album itu Tompi pun
menciptakan 2 lagu yang berbahasa Aceh dengan liris “Doa untuk Aceh dan Salam”.
Lagu-lagu berbahasa itu ia ciptakan bukan tanpa maksud, selain memang tak
melupakan tempat muasalnya. Tompi juga secara khusus menciptakan 2 lagu
tersebut untuk membangkitkan semangat masyarakat Aceh yang kala itu baru saja
mengalami bencana Tsunami yang dahsyat itu.
Dua albumnya itu berhasil membawa namanya masuk ke dalam
daftar nominasi di 2 kategori AMI Awards 2006 sekaligus, yakni Kategori Karya
Produksi Terbaik Bidang Rhytm & Blues dan Kategori Best of The Best
Pendatang Baru Terbaik. Walau gagal meraih tropi, setidaknya dengan
keikutsertaannya pada ajang bergengsi untuk para pekerja seni musik itu cukup
membuktikan bahwa eksistensinya sebagai penyanyi sudah layak diperhitungkan.
Disamping itu, Tompi dalam album ini terdapat 10 lagu
islami yang dipadankan dengan suasana modern irama lounge. Tak berhenti sampai
disitu, suami dari Arti Indira ini mulai menggarap lagu-lagu baru. Pada tahun
2007, album “Playful”-nya pun rilis, dengan single “Salahkah”. Masih sama
dengan album pertamanya, album ini pun didominasi oleh tema-tema lagu cinta dan
perselingkuhan.
Selain
lagu Salahkah Tompi pun juga memiliki 12 buah lagu lainnya di dalam album
tersebut, antara lain: Balonku, Lulu dan Siti, Jangan Engkau Ganggu Cintaku, Valentine
Day, T-Scat, Engkaulah Satu-satunya, Aku Tak Mau, Kekagumanku, I Am Falling In
Love, Even If, Can You feel My Music, dan Soft Shoe. Lalu setahun kemudian,
Tompi kembali mengeluarkan albumnya yang berjudul “My Happy Life, dengan dua
tembang andalannya, yaitu “Sedari Dulu” dan “Menghujam Jantungku”. Albumnya
tersebut dikerjakan di sela-sela jadwal prakteknya sebagai dokter umum. Di
album keempatnya itu Tompi kembali ke habitat musik lamanya yaitu “Jazz”.
Bersama kedua rekannya, Glenn Fredly dan Sandhy Sondoro,
mereka membentuk gerakan berkesenian dengan motivasi membawa perubahan terhadap
pandangan politik budaya dan berkebangsaan pada tahun 2011. Grup ini dinamakan
“Trio Lestari”. Berawal dari salah satu acara musik di Indonesia, Tompi bertemu
dengan Sandhy yang mengajaknya untuk tampil bersama. Sejak saat itu, muncullah
ide untuk membuat suatu kolaborasi yang bukan hanya sekedar menyanyi bersama
seperti biasanya, tetapi mereka menginginkan sesuatu yang lebih besar. Dari
situ, mereka berpikir untuk mengajak seorang lagi yang bisa mengarahkan
semuanya, dan saat itu yang terpikirkan adalah Glenn. Maka terbentuklah satu
kolaborasi ini, dan nama Trio Lestari pun merupakan sumbangsih pemikiran dari
Glenn Fredly. Hingga saat ini, mereka sudah melakukan tour di 8 kota besar di Indonesia. Yang cukup unik, dan berbeda
dari show menyanyi yang dilakukan oleh artis lainnya adalah mereka senantiasa
melakukan interaksi dengan menyelipkan obrolan-obrolan berupa kritik tentang
persoalan yang sedang hangat terjadi di negeri ini bersama para penonton. Acara ini pun dikemas dengan santai dan
penuh dengan bumbu komedi. Wajar jika acara ini selalu disambut baik oleh masyarakat
dan tiket selalu terjual habis.
Tidak
hanya Trio Lestari, pada saat ini, Tompi juga membuat proyek terbaru yang
berkolaborasi dengan Tjut Nyak Deviana, Fajar, dan Wahyu, yang menamai diri “Dr
and The Profesor”. Untuk konsepnya sendiri masih dirahasiakan. “Rencananya kami
akan segera masuk dapur rekaman awal Mei ini. 8 lagu sudah dipersiapkan,”
tuturnya sembari menikmati kopinya yang tinggal sedikit.
Mengenai kesibukannya sebagai dokter sekaligus penyanyi,
Bapak dua anak ini mengaku sibuk dan terkadang merasa kurang mempunyai waktu.
“Memang sibuk banget! Tapi karena semuanya gue suka, jadi kalau nggak ada
kerjaan malah bingung mau ngapain,” tuturnya. Kuncinya dalam bekerja adalah membagi
waktu dengan cara berkomitmen terhadap diri sendiri dan berusaha selalu efektif
dalam bekerja. Saat ini, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengurus
klinik. Kalau pun ada job menyanyi, dikerjakan pada malam hari. Untungnya,
operasi yang dilakukan bersifat elektif, terencana dari jauh hari, sehingga
mudah untuk diatur.
Hujan datang lagi. Langit sudah agak kemerahan terkena
semburat matahari yang sebentar lagi tenggelam. Tak terasa sudah lebih dari
satu jam saya ngobrol dengan musisi
merangkap dokter ini. Pembawaannya yang ramah dan supel membuat saya betah
berlama-lama untuk bercerita banyak dan berbagi pengalaman bersamanya. Berbagai
kisahnya yang menabjukkan tentu saja sangat menginspirasi saya untuk terus
berkarya lewat musik, namun tetap mengembangkan kemampuan saya di dalam dunia
jurnalistik.
Antonius Googie Sanga
Pramandika
Jurnalistik 2011
11140110144
No comments:
Post a Comment