Wednesday, June 19, 2013

“TIMEZONE” PASAR KELAPA DUA


Saya mau tamasya berkeliling-keliling kota
Hendak melihat-lihat keramaian yang ada
Saya panggilkan becak, kereta tak berkuda
Becak.. Becak… Coba bawa saya

Lantunan lagu anak-anak tadi terdengar nyaring di telinga saat saya baru saja sampai di depan sebuah arena taman bermain anak. Arena tersebut terbagi atas dua bagian. Pada salah satu sisi terdapat ruang terbuka dengan dikelilingi oleh pagar mini berwarna-warni. Di pinggirnya berjejer rapi mobil baterai, otopet dan barang-barang kiddy rides lainnya, yaitu semacam mainan yang dapat dikendarai oleh anak-anak. Sekilas tempat tersebut tampak seperti sekolah Taman Kanak-kanak lengkap dengan arena permainannya.

Akan tetapi begitu melihat ke sisi lain arena, kita akan menemukan sebuah Timezone. Bukan, bukan Timezone sesungguhnya yang biasa kita lihat di pusat perbelanjaan mewah itu. Tapi Timezone kali ini berukuran sepuluh kali lebih kecil dari yang asli. Timezone mini ini berlokasi di lantai atas pasar tradisional daerah Kelapa Dua, Tangerang. Area yang satu ini agak tertutup dengan dinding yang terbuat dari triplek dengan satu pintu kaca dan satu pintu triplek di sisi yang berbeda.

Ruangan tersebut memiliki layout yang cukup sempit. Di bagian depan ada tiga permainan mobil goyang (mainan yang kalau dimasukin koin lalu goyang-goyang), dua permainan Dingdong yang cukup besar, dua kursi pijat, sebuah mainan Crane Games (permainan capit boneka) serta dua  ruangan kecil yang berfungsi sebagai tempat berkaraoke. Sementara itu di bagian belakangnya terdapat arena lain dengan mainan-mainan sederhana lainnya dan sebuah sudut ditempatkan sebagai arena mandi bola.

Sore itu keadaan sepi tidak ada pengunjung tetapi lantunan musik terus berjalan dengan hebohnya. Ketika tengah celingak celinguk, tiba-tiba mata saya menangkap sesosok laki-laki berpakaian kemeja hijau. Dari jauh dia senyam-senyum menatap saya yang kebingungan. Tak lama kemudian bapak itu menghampiri saya.

Postur tubuhnya tidak terlalu kurus, tingginya mungkin sekitar seratus enam puluh centimeter. Matanya tampak sayu, namun senyum terus tersungging di bibirnya. Dia mengajakku duduk di dalam dekat dingdong.
Pak Saiman namanya, usianya hampir menginjak kepala empat. Dengan semangat dia bercerita kepada saya tentang si Timezone mini ini.
“Tempat ini untuk menyenangkan anak-anak saja..” ujar pak Saiman dengan logat Jawanya yang cukup kental.

Tiga belas tahun mengabdi sebagai supervisor Timezone, kini beliau beralih menjadi penjaga arena bermain yang baru dibuka awal tahun ini. Pengelolanya adalah kakak dari pak saiman itu sendiri. Tujuan mendirikannya yaitu untuk memberikan hiburan bagi masyarakat sekitar Kelapa dua dengan harga yang terjangkau dan lokasi yang mudah di akses.
“kalau disini dari (kalangan) bawah sampai atas bisa semua. Anak-anak kecil punya seribu saja sudah bisa main disini,” jelasnya dengan mata berbinar.

Batin saya terus menerus merasa kagum..
“kok kreatif sekali sih, pak bikin tempat seperti ini?” Tanya saya.
“Anak kuliah saja kreatif, tho bikin ini itu..” jawabnya sambil terkekeh.

Karena hari itu saya tidak menemukan pengunjung akhirnya saya memutuskan untuk kembali lagi kesana dua hari kemudian. Beruntung di kesempatan yang kedua ini pengunjung cukup ramai. Ada seorang bapak yang tengah menyuapi anaknya yang bermain mobil goyang. Ada juga ibu-ibu yang berkerumun menggosip dengan kantung belanjaan berisi sayur ditangannya sementara anaknya asyik bermain.

Ada pula ibu Yuli yang tengah menemani anaknya, Fadil, bermain drum mini. Dia merasa sangat terbantu dengan adanya arena bermain di pasar ini.
“tempat ini ringan gitu buat orang kampung terutama yang penghasilannya rendah kayak kita..” jawab bu Yuli dengan dibalut logat sundanya.
“lima ribu juga cukup sepuasnya disini, jajanan juga murah di pasar..” tambahnya lagi.

Ternyata tidak hanya anak-anak balita saja yang senang bermain disini. Dion contohnya. Usianya sudah sepuluh tahun tapi dia senang bermain ke arena ini bersama teman-temannya setiap satu sampai dua kali seminggu.
“tempatnya seru, gak mahal…” serunya.

Ada satu pertanyaan yang semakin menunjukkan kepolosan anak ini.
“dion pinginnya ada mainan apa lagi disana?” Tanya saya,
“Drum Band..” jawabnya polos.
“soalnya seru.. keren juga..” tambahnya lagi.
Kepolosan Dion ini agaknya membuat saya berpikir sejenak. Alangkah indahnya membahagiakan seseorang meskipun hanya dengan cara yang murah dan sederhana.
Permasalahan ekonomi sepertinya menjadi alasan terkuat masyarakat kelapa dua menikmati kehadiran arena bermain ini. Selain itu, anak-anak juga bisa belajar bersosialisasi sesama kawan sebayanya dengan bermain disini.


Tersedianya arena bermain yang hanya terdapat di mall-mall besar nampaknya menjadi salah satu keprihatinan pak Saiman. Bayangkan saja.. jika bermain di mall, membayar seratus ribu terkadang belum puas. Tetapi disini, dengan membayar sepuluh ribu saja bisa bermain sepuasnya dari pagi sampai malam. Sama seperti hati pak Saiman yang puas membahagiakan anak-anak dengan arena ini, terutama untuk anak-anak kalangan menengah kebawah. Bahagia itu tidak harus selalu di tempat yang mewah dan mahal, bahagia itu sederhana J

oleh: Eka Laili Rosidha-11140110141

No comments:

Post a Comment