Saya
mau tamasya berkeliling-keliling kota
Hendak
melihat-lihat keramaian yang ada
Saya
panggilkan becak, kereta tak berkuda
Becak..
Becak… Coba bawa saya
Lantunan lagu
anak-anak tadi terdengar nyaring di telinga saat saya baru saja sampai di depan
sebuah arena taman bermain anak. Arena tersebut terbagi atas dua bagian. Pada
salah satu sisi terdapat ruang terbuka dengan dikelilingi oleh pagar mini
berwarna-warni. Di pinggirnya berjejer rapi mobil baterai, otopet dan
barang-barang kiddy rides lainnya,
yaitu semacam mainan yang dapat dikendarai oleh anak-anak. Sekilas tempat
tersebut tampak seperti sekolah Taman Kanak-kanak lengkap dengan arena
permainannya.
Akan tetapi
begitu melihat ke sisi lain arena, kita akan menemukan sebuah Timezone. Bukan, bukan Timezone sesungguhnya yang biasa kita
lihat di pusat perbelanjaan mewah itu. Tapi Timezone
kali ini berukuran sepuluh kali lebih kecil dari yang asli. Timezone mini ini
berlokasi di lantai atas pasar tradisional daerah Kelapa Dua, Tangerang. Area
yang satu ini agak tertutup dengan dinding yang terbuat dari triplek dengan satu
pintu kaca dan satu pintu triplek di sisi yang berbeda.
Ruangan tersebut
memiliki layout yang cukup sempit. Di bagian depan ada tiga permainan mobil
goyang (mainan yang kalau dimasukin koin lalu goyang-goyang), dua permainan Dingdong yang cukup besar, dua kursi
pijat, sebuah mainan Crane Games
(permainan capit boneka) serta dua ruangan kecil yang berfungsi sebagai tempat
berkaraoke. Sementara itu di bagian belakangnya terdapat arena lain dengan
mainan-mainan sederhana lainnya dan sebuah sudut ditempatkan sebagai arena
mandi bola.
Sore itu keadaan
sepi tidak ada pengunjung tetapi lantunan musik terus berjalan dengan hebohnya.
Ketika tengah celingak celinguk, tiba-tiba mata saya menangkap sesosok laki-laki
berpakaian kemeja hijau. Dari jauh dia senyam-senyum
menatap saya yang kebingungan. Tak lama kemudian bapak itu menghampiri
saya.
Postur tubuhnya
tidak terlalu kurus, tingginya mungkin sekitar seratus enam puluh centimeter.
Matanya tampak sayu, namun senyum terus tersungging di bibirnya. Dia mengajakku
duduk di dalam dekat dingdong.
Pak Saiman
namanya, usianya hampir menginjak kepala empat. Dengan semangat dia bercerita
kepada saya tentang si Timezone mini ini.
“Tempat ini untuk
menyenangkan anak-anak saja..” ujar pak Saiman dengan logat Jawanya yang cukup
kental.
Tiga belas tahun
mengabdi sebagai supervisor Timezone,
kini beliau beralih menjadi penjaga arena bermain yang baru dibuka awal tahun
ini. Pengelolanya adalah kakak dari pak saiman itu sendiri. Tujuan
mendirikannya yaitu untuk memberikan hiburan bagi masyarakat sekitar Kelapa dua
dengan harga yang terjangkau dan lokasi yang mudah di akses.
“kalau disini
dari (kalangan) bawah sampai atas bisa semua. Anak-anak kecil punya seribu saja
sudah bisa main disini,” jelasnya dengan mata berbinar.
Batin saya terus
menerus merasa kagum..
“kok kreatif
sekali sih, pak bikin tempat seperti ini?” Tanya saya.
“Anak kuliah
saja kreatif, tho bikin ini itu..”
jawabnya sambil terkekeh.
Karena hari itu
saya tidak menemukan pengunjung akhirnya saya memutuskan untuk kembali lagi
kesana dua hari kemudian. Beruntung di kesempatan yang kedua ini pengunjung
cukup ramai. Ada seorang bapak yang tengah menyuapi anaknya yang bermain mobil
goyang. Ada juga ibu-ibu yang berkerumun menggosip dengan kantung belanjaan
berisi sayur ditangannya sementara anaknya asyik bermain.
Ada pula ibu
Yuli yang tengah menemani anaknya, Fadil, bermain drum mini. Dia merasa sangat terbantu dengan adanya arena bermain
di pasar ini.
“tempat ini
ringan gitu buat orang kampung terutama yang penghasilannya rendah kayak
kita..” jawab bu Yuli dengan dibalut logat sundanya.
“lima ribu juga
cukup sepuasnya disini, jajanan juga murah di pasar..” tambahnya lagi.
Ternyata tidak
hanya anak-anak balita saja yang senang bermain disini. Dion contohnya. Usianya
sudah sepuluh tahun tapi dia senang bermain ke arena ini bersama teman-temannya
setiap satu sampai dua kali seminggu.
“tempatnya seru,
gak mahal…” serunya.
Ada satu
pertanyaan yang semakin menunjukkan kepolosan anak ini.
“dion pinginnya
ada mainan apa lagi disana?” Tanya saya,
“Drum Band..”
jawabnya polos.
“soalnya seru..
keren juga..” tambahnya lagi.
Kepolosan Dion
ini agaknya membuat saya berpikir sejenak. Alangkah indahnya membahagiakan
seseorang meskipun hanya dengan cara yang murah dan sederhana.
Permasalahan
ekonomi sepertinya menjadi alasan terkuat masyarakat kelapa dua menikmati
kehadiran arena bermain ini. Selain itu, anak-anak juga bisa belajar
bersosialisasi sesama kawan sebayanya dengan bermain disini.
Tersedianya
arena bermain yang hanya terdapat di mall-mall besar nampaknya menjadi salah
satu keprihatinan pak Saiman. Bayangkan saja.. jika bermain di mall, membayar
seratus ribu terkadang belum puas. Tetapi disini, dengan membayar sepuluh ribu
saja bisa bermain sepuasnya dari pagi sampai malam. Sama seperti hati pak Saiman
yang puas membahagiakan anak-anak dengan arena ini, terutama untuk anak-anak
kalangan menengah kebawah. Bahagia itu tidak harus selalu di tempat yang mewah
dan mahal, bahagia itu sederhana J
oleh: Eka Laili Rosidha-11140110141
No comments:
Post a Comment